Ketika Sya’ban Menyapa


malamSaudaraku seiman, putaran waktu yang  berjalan kini telah membawa kita – sadar ataupun tidak – memasuki awal bulan Sya’ban, bulan yang oleh kebanyakan manusia begitu dilalaikan. Mereka begitu antusias mempersiapkan diri untuk Ramadhan, tetapi mereka lupa bahwa Sya’ban pun memiliki keutamaan yang besar. Rosululloh shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

“Bulan Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rojab dan Romadhon. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Alloh, Robb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i).

Definisi Sya’ban

Imam Ibnu Manzhur rohimahulloh menjelaskan dalam Lisanul ‘Arab:

إِنما سُمِّيَ شَعبانُ شَعبانَ لأَنه شَعَبَ أَي ظَهَرَ بين شَهْرَيْ رمضانَ ورَجَبٍ

“Dinamakan Sya’ban, karena saat itu dia menampakkan (menonjol) di antara dua bulan, Romadhon dan Rojab” (Lisanul ‘Arab, 1/501).

Sya’ban juga bermakna bercabang (asy-Sya’bu) atau berpencar (At-Tafriq), karena banyaknya kebaikan pada bulan itu. Kebiasaan pada zaman dahulu, ketika bulan Sya’ban mereka berpencar mencari sumber-sumber air.

Memperbanyak Ibadah Di Bulan Sya’ban

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam banyak melakukan ibadah di bulan yang memiliki banyak keutamaan ini. Sebagai pembanding antara Rojab, Sya’ban dan Romadhon, para ulama telah memberikan komentar yang begitu menarik. Abu Bakar Al-Warroq Al-Balkhi rohimahulloh pernah berkata :

شَهْرُ رَجَبَ شَهْرٌ للزّرْعِ وَ شَعْبَانَ شَهْرٌ للسَّقْيِ وَرَمَضَانَ شَهْرٌ لِحَصَادِ الزَّرْعِ

“Bulan Rajab adalah bulan menanam, bulan Sya’ban adalah bulan menyirami tanaman dan bulan Ramadhan adalah bulan memanen hasil tanaman.” (ahlalhadeeth.com)

Dan diantara ibadah yang dilakukan oleh Rosululloh di bulan Sya’ban adalah dengan memperbanyak puasa. Dari ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan :

فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ

“Aku tidak pernah sama sekali melihat Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Romadhon. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhori dan Muslim).

Namun yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa meskipun Rosululloh banyak berpuasa di bulan Sya’ban, bukan berarti beliau berpuasa penuh di dalamnya. Hal ini untuk menghindari kesan bahwa puasa Sya’ban adalah wajib sebagaimana yang telah dijelaskan oleh  Imam Nawawi rohimahulloh.

Imam Nawawi  rohimahullah berkata: “Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyempurnakan berpuasa sebulan penuh selain di bulan Romadhon agar tidak disangka puasa selain Romadhon adalah wajib.” (Syarh Shohih Muslim 4/161).

Al-Hafidz Ibnu Rajab Al Hambali rohimahulloh berkata: “Diantara rahasia kenapa Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam banyak berpuasa di bulan Sya’ban adalah karena puasa Sya’ban adalah ibarat ibadah rowatib (ibadah sunnah yang mengiringi ibadah wajib). Sebagaimana sholat rowatib adalah sholat yang memiliki keutamaan karena dia mengiringi sholat wajib, sebelum atau sesudahnya, demikianlah puasa Sya’ban. Karena puasa di bulan Sya’ban sangat dekat dengan puasa Romadhon.

Hikmah Puasa Sya’ban

Al-Hafidz Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan beberapa hikmah dilakukannya puasa sunnah bulan Sya’ban, diantaranya:

Pertama:  Bulan Sya’ban adalah bulan tempat manusia lalai. Karena mereka sudah terhanyut dengan istimewanya bulan Rajab (yang termasuk bulan Haram) dan juga menanti bulan sesudahnya yaitu bulan Romadhon. Tatkalah manusia lalai, inilah keutamaan melakukan amalan puasa ketika itu. Sebagaimana seseorang yang berdzikir di tempat orang-orang yang begitu lalai dari mengingat Alloh -seperti ketika di pasar-, maka dzikir ketika itu adalah amalan yang sangat istimewa. Abu Sholih mengatakan, “Sesungguhnya Alloh tertawa melihat orang yang masih sempat berdzikir di pasar. Kenapa demikian? Karena pasar adalah tempatnya orang-orang lalai dari mengingat Alloh.”

Kedua: Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa setiap bulannya sebanyak tiga hari. Terkadang beliau menunda puasa tersebut hingga beliau mengumpulkannya pada bulan Sya’ban.  Jadi beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam apabila memasuki bulan Sya’ban sedangkan di bulan-bulan sebelumnya beliau tidak melakukan beberapa puasa sunnah, maka beliau mengqodho’nya ketika itu. Sehingga puasa sunnah beliau menjadi sempurna sebelum memasuki bulan Romadhon berikutnya.

Ketiga:  Puasa di bulan Sya’ban adalah sebagai latihan atau pemanasan sebelum memasuki bulan Romadhon. Jika seseorang sudah terbiasa berpuasa sebelum puasa Romadhon, tentu dia akan lebih kuat dan lebih bersemangat untuk melakukan puasa wajib di bulan Ramadhan. (Lathoif Al Ma’arif  hal. 234-243, rumaysho.com).

Tempa Diri Sebelum Romadhon

Saudaraku seiman, tidak diragukan lagi bahwa Sya’ban adalah tempat menempa diri sebelum datangnya bulan Romadhon. Oleh karenanya banyak persiapan yang harus dilakukan oleh seorang hamba, sehingga ketika Romadhon hadir, seorang hamba telah siap untuk betul-betul bertaqorrub kepada Alloh.

• Perkuat iman

Iman yang dimiliki antara hamba yang satu dengan yang lainnya tidaklah berada pada satu level yang sama. Dalam sebuah hadits Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam pernah menjelaskan bahwa iman itu terkadang bertambah dan berkurang. Bertambah dengan melaksanakan ketaatan dan berkurang ketika seorang hamba bermaksiat kepada Alloh. Maka memperbanyak ibadah –yang benar dan disyariatkan- merupakan jalan untuk memperkuat iman. Terlebih dengan datangnya bulan Romadhon.

• Perbanyak ilmu

Seorang yang berilmu tentu tidaklah sama dengan orang yang tidak berilmu. Ibadah yang dilakukan seorang hamba, jika dilandaskan atas dasar ilmu maka hal itu akan menjadi lebih utama dibanding ibadah yang dilakukan tidak atas dasar ilmu. Maka selayaknya seorang hamba yang rindu dengan bulan Romadhon, mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelum berjumpa dengannya. Mempelajari hukum-hukum fikih terkait puasa dan sholat malam di bulan Romadhon tentu menjadi tambahan point tersendiri.

• Jihadunnafs

Hampir semua manusia terperdaya oleh hawa nafsunya sendiri, sehingga banyak manusia yang kalah oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, perang melawan hawa nafsu terhitung sebagai peperangan yang teramat sangat berat. Hal itu disebabkan karena hawa nafsu manusia ditopang oleh godaan syaitan yang terkutuk.

Salah satu kunci untuk mengalahkannya adalah dengan banyak melakukan introspeksi diri dan tidak menyalahkan orang lain. Selain itu, mempertebal iman dan berkumpul dengan orang-orang sholeh juga menjadi pokok utama dari jihadunnafs.

• Bina Keluarga

Untuk anda yang menjadi kepala keluarga, ajaklah seluruh keluarga anda untuk mempersiapkan diri jelang Romadhon. Tanggung jawab sebagai seorang pemimpin akan menjadi sebuah pertanggung-jawaban di hari akhir nanti.

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Kalian semua adalah pemimpin dan seluruh kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpin” (Muttafaq ‘Alaihi)

Jangan lupa Bayar Hutang Puasa!!

Bulan Sya’ban teramat dekat dengan bulan Romadhon, dan bagi orang yang masih memiliki hutang puasa Romadhon tahun lalu maka ia berkewajiban untuk segera melunasinya, jangan sampai menunda-nunda lagi sehingga datang Romadhon berikutnya. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdulloh bin Baz rohimahulloh pernah ditanya, “Apa hukum seseorang yang meninggalkan qodho’ puasa Romadhon hingga masuk Romadhon berikutnya dan dia tidak memiliki udzur untuk menunaikan qodho’ tersebut. Apakah cukup baginya bertaubat dan menunaikan qodho’ atau dia memiliki kewajiban kafaroh?”

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdulloh bin Baz rohimahulloh menjawab : “Dia wajib bertaubat kepada Alloh Ta’ala dan dia wajib memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan disertai dengan qodho’ puasanya. Ukuran makanan untuk orang miskin adalah setengah sho’ Nabawi dari makanan pokok negeri tersebut (kurma, gandum, beras atau semacamnya) dan ukurannya adalah sekitar 1,5 kg sebagai ukuran pendekatan. Dan tidak ada kafaroh (tebusan) selain itu. Hal inilah yang difatwakan oleh beberapa sahabat rodhiyallohu ‘anhum seperti Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Namun apabila dia menunda qodho’nya karena ada udzur seperti sakit atau bersafar, atau pada wanita karena hamil atau menyusui dan sulit untuk berpuasa, maka tidak ada kewajiban bagi mereka selain mengqodho’ puasanya.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, no. 15 hal. 347, Mawqi’ Al Ifta).

Penutup

Saudaraku seiman, demikianlah pembahasan ringkas mengenai bulan Sya’ban. Mudah-mudahan pembahasan ini bisa menjadi penyemangat bagi kita dalam menghadapi bulan Romadhon. Dan pada akhirnya, doa agar kita bisa berjumpa dengan Romadhon di esok hari tentu menjadi doa yang akan sering kita lantunkan. Ya Alloh, sempatkanlah kami untuk berjumpa dengan bulan Romadhon, Allohumma Amiiiinnnnn.(arc)

  1. No trackbacks yet.

Leave a comment